Kunci Belajar Bahasa Arab
Berdasarkan pengalaman pribadi, belajar bahasa Arab itu sama
dengan belajar bahasa asing lainnya. Kuncinya ada di kosakata sama keberanian
untuk mulai mendengarkan (yastami’/listening), berbicara (yatakallamu/speaking),
membaca (yaqro’u/reading) menulis (yaktubu/writing).
Disadari atau tidak, sebenarnya bagi orang Islam, belajar
bahasa Arab sudah dimulai sejak lahir. Sesaat setelah kita lahir, ayah kita
membacakan lantunan azan. Itu, secara tidak langsung kita sedang
menyimak/mendengarkan kalimat berbahasa Arab. Di tambah lagi ketika masa
kanak-kanak, kita belajar mengaji dan belajar kitab fiqih, seperti sullamul
munajat, sullamut taufiq dan kitab lainnya, itu pun berbahasa Arab.
Mungkinkah ada yang salah dengan cara kita belajar mengaji
dan belajar kita kuning sehingga kita masih awam dengan bahasa Arab? tidak
cukupkan kitab jurumiyah dan imrithi sebagai pedoman untuk berbahasa Arab, baik
secara lisan maupun tulis???
Dan, kenapa berbahasa Arab tidak menjadi perioritas di
pondok pesantren tradisional yang sehari-hari akrab dengan nahwu dan shorof? Menurut
saya ini janggal. Semestinya santri pondok pesantren tradisional harus lebih
fasih dan jago berbahasa Arab secara lisan maupun tulisan. Karena, santri di
pondok pesantren tradisional selalu bergulat dengan kitab kuning, nahwu, shorof
dan bahkan balaghah.
Setelah saya renungkan, memang ada yang kurang.
Seharusnya santri diajari bahasa Indonesia akademis, agar
bisa menerjemahkan secara baik teks kitab kuning tersebut ke dalam bahasa
Indonesia, yang dapat dimengerti khalayak ramai.
Ditambah dengan pembelajaran kosakata/mufradat yang sehari-hari
ditemui santri di kitab kuning, alqur’an, dan hadits.
Mungkin jika formula ini diterapkan, santri pondok pesantren
tradisional akan bisa berbahasa Arab dengan lancar secara lisan dan tulis, juga
produktif dalam menuliskan pemikirannya dalam bahasa Indonesia yang dimengeri
secara nasional.
Tags:
Tutorial